Entri Populer

Selasa, 18 Oktober 2011

Ulasan Singkat Mengenai Sumber Hukum Perdata Internasional Indonesia


Yang dimaksud dengan Sumber-Sumber Hukum Perdata Internasional Indonesia adalah beberapa peraturan yang berlaku di Negara Indonesia yang mengatur permasalahan Perdata yang terdapat unsur asingnya dan terbentuk dalam satu kesatuan yang dinamakan Sumber-Sumber Hukum Perdata Internasional Indonesia.
Terdapat sumber-sumber hukum perdata internasional di indonesia pada saat sebelum tahun 1945, yaitu sebelum Kemerdekaan Negara Republik Indinesia. Dimana ada pasal-pasal penting berdasarkan teori statuta. Yang terdapat di dalam Alegemeene Bepalingen van Wetgeving (S. 1847-23, disingkat AB). Di dalamnya terdapat tiga pasal yang mengatur, yaitu:
1)    Pasal 16 A.B. berbunyi:
            “De wettelijke bepalingen betreffende den staat en de voegdheid der personen blijven verbindend voor ingezetenen van Nederlandsch-Indie, wanneer zij zich buiten’s lands bevinden.”
Terjemahannya: “Bagi penduduk Hindia-Belanda peraturan-peraturan perundang-undangan mengenai status dan wewenang seseorang tetap berlaku terhadap mereka, apabila mereka ada di luar negeri.”
Pasal ini sesuai dengan statuta personalia, yang mencakup:
1.    Peraturan mengenai hukum perorangan (personenrecht). Termasuk hukum kekeluargaan.
2.    Peraturan-peraturan mengenai benda yang tidak tetap (bergerak).



2)    Pasal 17 A.B. berbunyi:
            “Ten opzigte van onroerende goederen geldt de wet van het land of plaats, alwaar die goederen gelegen zijn”.
Terjemahannya: “Terhadap benda-benda tetap (tidak bergerak) berlaku perundang-undangan negara atau tempat dimana benda-benda itu terletak.”
Pasal ini berdasarkan statuta realia, jadi tidak seluruh hukum kekayaan akan tetapi hanya yang mengenai benda tidak bergerak hukum yang berlaku tetapsama, siapapun pemiliknya. Dasar yang dipakai dalam peraturan-peraturan tentang benda tidak bergerak ini oleh pembuat undang-undang lebih ditekankan pada bendanya, bukan pada pemiliknya. Tempat atau letak suatu benda tidak bergerak merupakan titik taut yang menentukan hukum yang harus diberlakukan menurut azas lex rei sitae.
3)    Pasal 18 A.B. berbunyi:
1.    De vorm van elke handeling wordt beoordeelg naar de wetten van het land of the plaats, alwaar die handeling is verright.
2.    Bij de toepassing van dit en van het voorgaan de artikel moet steeds worden acht gegeven op het verschil, hetwelk de wetgeving daarstelt tussen Europeanan en Inlanders
                  Terjemahannya:
1.    “Bentuk dari setiap perbuatan dinilai menurut perundang-undangan negara dan tempat perbuatan itu dilakukan’
2.    Dalam melaksanakan pasal ini dan yang sebelumnya selalu harus diperhatikan
perbedaan yang oleh undang-undang diadakan antara orang Eropa dan Indonesia asli.

Ayat 2 ini hanya merupakan suatuperingatan untuk para hakim dan para penguasa dalam badan pemerintahan, bahwa perihal orang-orang Indonesia asli berlaku hukum adat yang tidak termuat dalam undang-undang dan yang berlainan di berbagai daerah, yang mungkin sekali mengenai cara melakukan perbuatan hukumnya. Jadi, pasal ini menunjuk kepada pasal 131 I.S.
Pasal 18 A.B. ini dikenal merupakan peraturan yang sesuai dengan statuta mixta. Dengan statuta mixta terutama dimaksudkan peraturan-paraturan yang mengenai segi formil daripada perbuatan-perbuatan hukum (vorm derrechtshandeling). Peraturan-peraturan tentang “vorm” sesuatu perbuatan hukum yang diperlakukan ialah hukum dari tempat di mana terjadinya perbuatan hukum tersebut (lex loci actus).
*      Selain pasal-pasal dalam A.B. masih terdapat di dalam:
Pasal 131 I.S. (Indische-Staatsregeling): S. 1925-415 jo. 577. di dalam pasal ini, membedakan penduduk Indonesia (yang pada masa itu dinamakan Hindia-Belanda) ke dalam tiga golongan, yakni:
a.    Golongan Eropa dan mereka yang dipersamakan dengan mereka, misalnya orang Jepang.
b.    Golongan-golongan Timur Asing, masing-masing dengan hukumnya sendiri.
c.    Golongan Bumiputera (Indonesia asli).
Bagi golongan Bumiputera hukum yang berlaku adalah hukum adat, menurut pasal 11 A.B. jadi pasal 11 A.B. ini merupakan kaidah petunjuk, hukum mana yang berlaku.
*      Adapun sumber-sumber Hukum Perdata Internasional di Indonesia setelah tahun 1945, yaitu setelah Kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia berupa:
(1) Undang-Undang Kewarganegaraan Republik Indonesia No. 62 Tahun 1958
            Dimana dapat diambil kesimpulan bahwa:
  1. umumnya pada negara nasional sebelum dikenal prinsip kewarganegaraan sudah dipergunakan dulu prinsip domisili.
  2. sebab itu, sekalipun dalam negara nasional kini dipergunakan prinsip kewarganegaraan, namun prinsip domisili belum dikesampingkan sama sekali, sehingga seringkali untuk memastikan kewarganegaraan seseorang kita harus menentukan terlebih dahulu domisilinya, seperti dalam undang-undang Kewarganegaraan kita. Atau apabila Kewarganegaraan orang yang bersangkutan tak dapat ditentukan, mak domisili merupakan titik taut yang menentukan.
  3. negara kita menganut faham Kewarganegaraan yang berdasarkan prinsip genealogis-territorial ditambah keharusan adanya ikatan bathin. Jadi, dalam hukum Indonesia dewasa ini prinsip domisili (atau privaatrechtelijke nationaliteit) dipakai berdampingan dengan dan bersamaan dengan prinsip kewarganegaraan (atau publiekrechtelijke nationaliteit).

(2) Undang-Undang Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960
            Di dalam Undang-Undang Pokok Agraria, kewarganegaraan merupakan pembedaan untuk memiliki tanah indonesia, sehingga pembedaan golongan penduduk (131 jo 163 I.S.) dalam hal tanah dihapuskan olehnya. Sebab itu ketentuanketentuan dalam S. 1875-179 mengenai Larangan Pengasingan Tanah Adat, terhapus pula. Penanaman Modal Asing, yang harus dituangkan ke dalam suatu badan hukum yang berdomisili di Indonesia, dapat memperoleh hak guna usaha bangunan, sedangkan untuk hak pakai hanya diperlukan syarat “mempunyai perwakilan di Indonesia” saja (pasal 42 UUPA)

(3) Undang-undang Penanaman Modal Asing No. 1 Tahun 1967.
Undang-undang Penanaman Modal Asing dalam:
  • Pasal 1 : mengandung makna penanaman modal asing
  • Pasal 2 : mengandung pengertian modal asing
  • Pasal 3 : mengatur bentuk hukum dan kedudukannya, yang menunjuk kepada berlakunya hukum Indonesia.
  • Pasal 14 : mengatur pemakaian tanah untuk modal asing (hak pakai, hak sewa, hak guna usaha dan hak guna bangunan)
  • Pasal 21 : mengatur nasionalisasi terhadap modal asing
  • Pasal 22 ayat (1) : menyangkut kompensasi (ganti kerugian) bagi perusahaan asing yang dinasionalisasi.
  • Pasal 22 ayat (2) : menentukan cara diadakan arbitrase, jika antara kedua belah pihak tidak tercapai persesuaian mengenai jumlah, macam dan cara kompensasi.

(4) Undang-Undang Tentang Penanaman Modal Dalam Negeri No. 6 Tahun 1968
            Di dalam Undang-Undang Penanaman Modal Dalam Negeri pasal-pasal yang mengandung kaidah-kaidah Hukum Perdata Internasional adalah antara lain:
  • Pasal 1, mengenai pengertian tentang Penanaman Modal Dalam Negeri.
  • Pasal 3, mengenai pengertian tentang perusahaan nasinal dan perusahaan asing.
  • Pasal 6, mengenai batas waktu berusaha perusahaan-perusahaan asing.

Sabtu, 15 Oktober 2011

Kilasan Retorika


Aristoteles menyebut tiga cara untuk mempengaruhi manusia. Pertama, Anda harus sanggup menunjukkan kepada khalayak bahwa Anda memiliki pengetahuan yang luas, kepribadian yang terpercaya, dan status yang terhormat (ethos). Kedua, Anda harus Menyentuh hati khalayak perasaan, emosi, harapan, kebencian dan kasih sayang mereka (pathos). Kelak, para ahli retorika modern menyebutnya imbauan emotional (emotional appeals). Ketiga, Anda Meyakinkan khalayak dengan mengajukan bukti atau yang kelihatan sebagai bukti. Di sini Anda mendekati khalayak lewat otaknya (logos). Retorika adalah kecakapan berpidato di depan umum (study retorika di Sirikkusa ibu kota Sislia Yunani abab ke 5 SM). Retorika (dari bahasa Yunani ήτωρ, rhêtôr, orator, teacher) adalah sebuah teknik pembujuk-rayuan secara persuasi untuk menghasilkan bujukan dengan melalui karakter pembicara, emosional atau argumen (logo), awalnya Aristoteles mencetuskan dalam sebuah dialog sebelum The Rhetoric dengan judul 'Grullos' atau Plato menulis dalam Gorgias, secara umum ialah seni manipulatif atau teknik persuasi politik yang bersifat transaksional dengan menggunakan lambang untuk mengidentifikasi pembicara dengan pendengar melalui pidato, persuader dan yang dipersuasi saling bekerja sama dalam merumuskan nilai, keprcayaan dan pengharapan mereka. Retorika adalah memberikan suatu kasus lewat bertutur (menurut kaum sofis yang terdiri dari Gorgias, Lysias, Phidias, Protagoras dan Socrates akhir abad ke 5 SM). Retorika adalah ilmu yang mengajarkan orang tentang keterampilan, tentang menemukan sarana persuasif yang objektif dari suatu kasus (Aristoteles) Study yang mempelajari kesalahpahaman serta penemuan saran dan pengobatannya (Richard awal abad ke 20-an) Retorika adalah yang mengajarkan tindak dan usaha yang efektif dalam persiapan, penetaan dan penampilan tutur untuk membina saling pengertian dan kerjasama serta kedamaian dalam kehidupan bermasyarakat. Tujuan retorika adalah persuasi, yang di maksudkan dalam persuasi dalam hubungan ini adalah yakinnya penanggap penutur (pendengar) akan kebenaran gagasan topic tutur (hal yang di bicarakan) si penutur (pembicara). Artinya bahwa tujuan retorika adalah membina saling pengertian yang mengembangkan kerjasama dalam menumbuhkan kedamaian dalam kehidupan bermasyarakat lewat kegiatan bertutur.